Deflasi Pendidikan, Himatra Apresiasi Kinerja Gubernur dan Disdikbud Lampung

Bandarlampung – Ketua Umum Himpunan Masyarakat Transparansi (Himatra) Lampung, Taufik Hidayatullah mengapresiasi Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung atas kinerjanya.

Pasalnya, baru – baru ini Lampung mencatat sejarah dalam dunia pendidikan dengan mengalami Deflasi Pendidikan sebesar 15 persen, atas kebijakan Gubernur yang menghapus uang komite sekolah.

Taufik mengatakan, bahwa Kebijakan Gubernur ini dinilai sangat sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang berlaku. Taufik menegaskan bahwa berdasarkan aturan tersebut, komite sekolah tidak memiliki kewajiban untuk menarik iuran dari orang tua siswa.

“Komite itu bukan untuk sumbangan orang tua. Komite justru bisa menarik sumbangan dari CSR perusahaan-perusahaan di sekitarnya. Kalau orang tua, enggak ada kewajiban karena komite itu tidak memberikan wewenang kepada pengurus komite untuk menarik iuran kepada orang tua,” jelasnya, Kamis (04/09).

Lebih lanjut, Taufik memandang bahwa kebijakan penghapusan uang komite ini akan memberikan dampak positif yang nyata bagi perekonomian keluarga. Dengan dihilangkannya kewajiban membayar uang komite, dana yang sebelumnya dialokasikan orang tua untuk hal tersebut kini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga.

“Jelas dengan uang komite dihapuskan, artinya uang orang tua beralih. Yang tadinya untuk membayar uang komite, kini bisa untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangganya. Pada akhirnya, ini bisa meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujarnya.

Atas dasar itulah, Himatra Lampung menyatakan dukungan penuh terhadap langkah dan upaya yang dilakukan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal untuk mewujudkan pendidikan gratis di Provinsi Lampung.

“Kebijakan ini dianggap sebagai terobosan yang tepat untuk meringankan beban ekonomi masyarakat sekaligus meningkatkan aksesibilitas pendidikan yang berkualitas bagi semua kalangan,”tandasnya

Diketahui, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga di sektor pendidikan turun dari 108,59 pada Agustus 2024 menjadi 92,19 pada Agustus 2025. Kondisi ini terjadi di era kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, salah satunya dipicu oleh kebijakan penghapusan uang komite sekolah.

Secara umum, inflasi tahun ke tahun (y-on-y) Lampung pada Agustus 2025 hanya mencapai 1,05 persen, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,33 persen. Inflasi Lampung masih disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan kenaikan 4,12 persen, terutama dari komoditas bawang merah, beras, dan tomat.

Namun, yang paling mengejutkan adalah peran kelompok pendidikan sebagai penekan inflasi daerah. Dari empat subkelompok, dua di antaranya mengalami deflasi, yakni pendidikan dasar dan anak usia dini (1,77 persen) serta pendidikan menengah yang turun tajam hingga 51,23 persen. Sebaliknya, pendidikan tinggi justru meningkat 11,95 persen dan pendidikan lainnya naik 4,30 persen. Secara keseluruhan, kelompok pendidikan menyumbang deflasi (y-on-y) sebesar 0,98 persen, terutama dipicu penurunan biaya pada jenjang SMA/SMK, SMP, dan SD.

Fenomena ini semakin kontras bila dibandingkan dengan kondisi nasional. Pada Agustus 2025, kelompok pendidikan di tingkat nasional justru mencatat inflasi (y-on-y) sebesar 1,43 persen, dengan tiga subkelompok mengalami kenaikan. Hanya pendidikan menengah yang mengalami deflasi tipis sebesar 0,40 persen. Artinya, ketika biaya pendidikan meningkat di tingkat nasional, Lampung justru bergerak berlawanan arus yaitu mengalami deflasi tajam.

Dampak Kebijakan Penghapusan Uang Komite

Kepala Dinas Kominfotik Provinsi Lampung, Ganjar Jationo menilai bahwa Kebijakan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal menghapus uang komite sekolah menjadi faktor utama deflasi pendidikan di Lampung. Dampak kebijakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Efektivitas Subsidi dan Bantuan Pendidikan

Penurunan harga besar kemungkinan dipengaruhi oleh optimalisasi subsidi pendidikan, seperti BOS, beasiswa daerah, serta program penghapusan iuran sekolah. Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah benar-benar meringankan beban rumah tangga dan memberi dampak nyata pada pengeluaran masyarakat.

Dampak pada Daya Beli dan Inflasi Daerah

Dengan turunnya biaya pendidikan, daya beli masyarakat meningkat. Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk biaya sekolah dapat dialihkan ke kebutuhan lain, baik konsumsi, kesehatan, maupun investasi kecil. Secara makro, hal ini ikut menekan inflasi Lampung karena pendidikan merupakan komponen strategis dalam keranjang inflasi.

Indikasi Arah Kebijakan Jangka Panjang

Jika pemerintah daerah konsisten menjaga akses murah pendidikan tanpa mengurangi kualitas, maka ini bisa menjadi model kebijakan sosial ekonomi yang berorientasi pada pembangunan SDM. Namun, penurunan biaya yang terlalu tajam juga perlu diantisipasi agar tidak mengganggu standar kualitas layanan pendidikan.

“Keberhasilan menghadirkan deflasi pada sektor pendidikan menjadi simbol kehadiran pemerintah provinsi lampung berpihak pada sektor pendidikan. Masyarakat merasakan langsung keringanan biaya, sehingga berpotensi meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah Provinsi Lampung,” ucap Ganjar.

Dengan kondisi ini, era kepemimpinan Rahmat Mirzani Djausal tercatat dalam sejarah Lampung. Untuk pertama kalinya, biaya pendidikan yang biasanya identik dengan inflasi justru menjadi motor deflasi yang menekan laju inflasi daerah